HASIL PENGUKURAN, APROKMASI, PEMBULATAN, TOLERANSI

08.42

Pengertian Aproksimasi
A.    
Dalam percakapan sehari-hari, sering kita menyebut suatu bilangan, misalnya “ Keranjang ini isinya 12 butir telur ”, atau “ Model pakaian ini memerlukan kain 3 meter ” . Dua contoh kalimat tadi menyebut bilangan yang diperoleh secara berbeda, yaitu bilangan 12 diperoleh dari kegiatan “ membilang ” karena bilangan yang dimaksud adalah eksak yang hanya ada satu jawaban yang tepat untuk persoalan itu, sedangkan bilangan 3 diperoleh dari “ pengukuran ” karena bilangan yang didapat hasilnya tidak pasti ( tidak eksak ) mungkin 2,99… meter, sehingga dibulatkan saja menjadi 3 meter. Dari kegiatan pengukuran tersebut walaupun telitinya dalam mengadakan suatu pengukuran, tidak akan dapat menyatakan ukuran yang tepat, meskipun suatu ukuran yang demikian itu ada. Dengan demikian bilangan yang diperoleh dari mengukur itu hanyalah pendekatan atau pembulatan. Pembulatan seperti ini disebut aproksimasi.

B.       Pembulatan

Semua pengukuran adalah “ pendekatan “ oleh karena itu hasil-hasil pengukuran panjang, massa, waktu, luas dan sebagainya harus diberikan menurut ketelitian yang diperlukan.
Pembulatan dilakukan dengan aturan, jika angka berikutnya 5 atau lebih dari 5 maka nilai angka di depannya ditambah satu. Kalau angka berikutnya kurang dari 5 maka angka tersebut dihilangkan dan angka di depannya tetap.
Ada tiga macam cara pembulatan, yaitu :
a.       pembulatan ke ukuran satuan ukuran terdekat
b.       pembulatan ke banyaknya angka desimal, dan
c.        pembulatan ke banyaknya angka-angka yang signifikan

1.      Pembulatan ke Ukuran Satuan Terdekat
Dalam hal pembulatan ke ukuran satuan yang terdekat, ditetapkan lebih dahulu satuan terkecil yang dikehendaki oleh yang mengukur

Contoh :
a.       165,5 cm  = 166 cm , dibulatkan ke cm terdekat
b.       2, 43 kg   = 12 kg , dibulatkan ke kg terdekat
c.        14,16 detik  = 14,2 detik, dibulatkan ke persepuluh detik terdekat

2.      Pembulatan ke Banyaknya Angka-angka Desimal
Untuk mempermudah pekerjaan, kadang-kadang perlu diadakan pembulatan suatu bilangan desimal sampai ke sekian banyak tempat desimal sesuai dengan maksud yang dikehendaki.

Contoh :
5,47035  =  5,4704 dibulatkan sampai empat tempat desimal
= 5,470  dibulatkan sampai tiga tempat desimal
= 5,47  dibulatkan sampai dua tempat desimal
= 5,5   dibulatkan sampai satu tempat desimal

3.      Pembulatan ke Banyaknya Angka-angka yang Signifikan
Cara lain untuk menyatakan ketelitian pendekatan, yaitu dengan cara menetapkan banyaknya angka yang signifikan. Istilah signifikan berasal dari bahasa Inggris “ Significant “ yang berarti “ bermakna “.Kita menyatakan bahwa 64,5 cm mempunyai 3 angka signifikan dan 65 cm mempunyai 2 angka yang signifikan.
Jika diketahui suatu bilangan, berikut adalah aturan-aturan untuk menentukan angka-angka mana yang signifikan :
a.       Angka yang tidak nol selalu signifikan
b.       Angka “ 0 “ itu signifikan jika letaknya diantara angka-angka yang signifikan.
c.       Angka “ 0 “ itu tidak pernah signifikan jika mendahului angka-angka yang tidak nol bahkan jika angka-angka nol itu muncul sesudah tanda tempat desimal
d.       Angka “ 0 “ itu signifikan jika muncul setelah tanda tempat desimal dan angka-angka lain yang signifikan
e.       Angka “ 0 “ pada suatu bilangan, khususnya yang ditandai “strip “ atau “ bar “ adalah signifikan.

Contoh :
1)    807003    Disini mempunyai 6 angka signifikan.
2)       032,00 m.  Dua angka nol ( dibelakang ) di sini menyatakan bahwa panjang telah diukur sampai ke perseratusan meter terdekat, jadi signifikan, di sini ada 4 angka signifikan
3)        0,0720 km. Dua angka nol yang pertama menunjukkan tempat koma, jadi tidak signifikan. Nol yang ketiga menunjukkan bahwa panjang telah diukur sampai ke persepuluhan meter, jadi signifikan. Di sini ada 3 angka signifikan
4)        20,080 km. Di sini mempunyai 5 angka yang signifikan
5)        500    - dalam hal ini, dua angka nol bisa signifikan atau bisa tidak signifikan. ( signifikan jika aslinya memang 500, tidak signifikan jika aslinya tidak 500 misal: 496 atau 455 yang dibulatkan ke ratusan terdekat.) Sehingga untuk memperjelas digunakan tanda strip misal:  dan  disini mempunyai 3 angka signifikan 

C.      Kesalahan Hasil Pengukuran 

Selisih antara ukuran sebenarnya dan ukuran yang di peroleh dari pengukuran itu disebut kesalahannya. Besarnya kesalahan ini dapat diperkecil dengan menggunakan alat pengukur yang lebih teliti dan cara pengukuran yang lebih teliti pula. Akan tetapi, hasil pengukuran tidak akan pernah eksak sekalipun tidak terjadi kesalahan cara mengukurnya. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui pada setiap keadaan, sampai di mana kita dapat mempercayai pengukuran kita, yaitu kita harus mengetahui kesalahan maksimum yang dapat di tenggang.
Berikut ini akan diuraikan beberapa macam kesalahan :
a.     Salah Mutlak
b.     Salah Relatif
c.     Persentase Kesalahan

1.      Salah Mutlak
Pandanglah pengukuran suatu panjang baut. Jika kita menggunakan penggaris yang ditera dalam sentimeter, maka kita dapat mengatakan bahwa panjangnya ialah 5 cm. Ini tidak berarti bahwa panjangnya 5 cm. Kita mengatakan bahwa pengukuran ini tepat sampai sentimeter terdekat, dan kita mengatakan bahwa satuan terkecil dari pengukuran ialah 1 cm. Jadi panjang sebenarnya ialah lebih dekat ke 5 cm dari pada ke 4 cm atau  ke 6 cm, yaitu panjangnya terletak pada suatu tempat antara 4,5 cm dan 5,5 cm dan kesalahannya sebesar-besarnya 0,5 cm. Kita mengatakan bahwa salah mutlaknya ialah 0,5 cm.
Perhatikan dari penjelasan gambar berikut ini bahwa batas atas panjang baut ialah 5,5 cm dan batas bawahnya ialah 4,5 cm Dengan demikian salah mutlak adalah setengah dari satuan ukuran terkecil.




                                           5,5 cm  Batas atas pengukuran

                                             5 cm  Pengukuran sampai cm terdekat

                                              4,5 cm   Batas bawah pengukuran

                         0,5     0,5 cm   =  Salah Mutlak

Jadi dapat disimpulkan bahwa :

salah mutlak  = ½  x  satuan ukuran terkecil
 
 


Contoh :
Seorang siswa dari program keahlian Tata Boga akan membuat kue,  bahan yang diperlukan 0,6 kg tepung dan 8 butir telor ayam.
Dari keadaan tersebut dapat diketahui aspek pengukuran sebagai berikut :
Tepung :
Satuan ukuran terkecil = 0,1 kg
Jadi salah mutlak  = ½  x 0,1 kg = 0,05 kg
Batas atas pengukuran = 0,65 kg
Batas bawah pengukuran = 0,55 kg

Telor :
Banyaknya telor ayam tepat 8 butir ( eksak )

2.      Salah Relatif
Besar kecilnya kesalahan sebetulnya dapat ditentukan oleh teliti tidaknya alat yang digunakan. Memilih alat ukur yang digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhannya.
Misalnya : seseorang bekerja membuat garis pinggir dari suatu lapangan sepakbola. Suatu kesalahan sebesar 1 cm sampai 5 cm adalah relatif tidak penting. Akan tetapi, suatu kesalahan 1 cm saja yang di perbuat oleh seorang tukang kayu akan menggagalkan pekerjaannya. Demikian halnya jika kita membuat kue dengan tepung 2 kg, yang dibubuhi esens terlalu banyak  ½ cangkir, akibatnya kue itu tidak enak dimakan. Sering kali kita memandang suatu kesalahan dibandingkan dengan pengukuran yang sebenarnya. Karena itu kita menggunakan istilah salah relatif ( nisbi ).
Salah relatif dirumuskan sebagai berikut :



 
 



Contoh : 
Seorang siswa membeli kain yang panjangnya 2,5 meter dengan satuan ukuran terkecil  0,1 meter, berapakah salah relatif dari pengukuran yang dilakukan ?
Jawab  :   Salah mutlak  = ½  x 0,1 m = 0,05 m


3.      Persentase Kesalahan
Untuk menghitung persentase kesalahan dari suatu pengukuran , terlebih dahulu dicari salah relatif dari pengukuran itu, kemudian mengalikan dengan 100 % ( yaitu dengan 1 )
Jadi persentase kesalahan dirumuskan sebagai berikut :

Persentase Kesalahan  =  Salah relatif  x 100 %

 
 


Contoh :
Sepucuk surat setelah ditimbang, ternyata beratnya 0,8 gram.
Carilah persentase kesalahan pengukuran itu ?
Jawab  :  satuan ukuran terkecil = 0,1 gram
Salah mutlak  = ½  x 0,1 gram = 0,05 gram
Salah relatif  =   =    
Persentase kesalahan =   x  100 %  =  6,25  %


D.      Toleransi
Pada industri modern yang menggunakan metode-metode produksi massal, bagian-bagian alat sering kali dibuat dalam pabrik-pabrik yang berbeda yang kemudian dikirim ke pabrik induk untuk dirakit. Karena itu penting sekali memastikan bahwa bagian-bagian alat itu dibuat cukup teliti, supaya cocok bila dirakit. Untuk itu biasanya kita menentukan kesalahan maksimum ukuran yang diperbolehkan dalam pembuatan bagian-bagiannya. Misalnya: Di sebuah pabrik kendaraan baut-bautnya  dibuat dengan mesin dan diharuskan berdiameter 6 mm spesifikasinya mungkin memperbolehkan diameternya antara 5,8 mm dan 6,2 mm. Selisih antara batas-batas ini yaitu 0,4 mm, disebut toleransi dalam pengukuran dan dinyatakan dengan ( 6 ± 0,2 ) mm.
Jadi toleransi dalam pengukuran ialah selisih antara pengukuran terbesar yang dapat diterima dan pengukuran yang terkecil yang dapat diterima.
Contoh : 
Toleransi yang diperkenankan untuk massa ( 15 ± 0,5 ) gram, berarti massa terbesar yang dapat diterima ialah 15 + 0,5 = 15,5 gram dan massa terkecil yang dapat diterima ialah 15 – 0,5 = 14,5 gram sehingga toleransinya adalah 1 gram.

Rangkuman :
1.         Aproksimasi merupakan cara pendekatan atau pembulatan dari hasil suatu pengukuran yang dilakukan.
2.         Aturan pembulatan adalah jika angka berikutnya 5 atau lebih dari 5 maka angka didepannya ditambah satu, tetapi jika angka berikutnya kurang dari 5 maka angka tersebut dihilangkan dan angka didepannya tetap.
3.         Cara pembulatan dapat dilakukan dengan pembulatan ke ukuran satuan terdekat, pembulatan ke banyaknya angka desimal, dan pembulatan ke banyaknya angka-angka yang signifikan.
4.         Salah mutlak  = ½  x satuan ukuran terkecil
5.        
6.         Persentase Kesalahan  =  Salah relatif  x 100 %
7.         Toleransi dalam pengukuran ialah selisih antara pengukuran terbesar yang dapat diterima dan pengukuran yang terkecil yang dapat diterima


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »